Pedas yang Menyentuh Hati: Kisah Kuliner Legendaris Sichuan – Kelompok 2

Dibalik setiap rasa yang lezat, tersimpan budaya dan makna yang mendalam. Begitu pula pada masakan Suan Cai Yu (酸菜鱼) dan Kou Shui Ji (口水鸡). Keduanya bukan hanya sekedar hidangan untuk dimakan, tetapi juga merupakan cara warga Tiongkok memaknai kehidupan.


Suan Cai Yu (酸菜鱼)

Suan Cai Yu (酸菜鱼) berasal dari Provinsi Sichuan dan pertama kali muncul pada abad ke-20 di Kota Chongqing, kota yang berada di pegunungan dan terkenal akan hawanya yang dingin dan lembab. Dalam kondisi iklim yang seperti itu, para warga setempat mencari hidangan yang dapat menghangatkan tubuh dan meningkatkan nafsu makan, maka lahirlah Suan Cai Yu. Hidangan ini memadukan ikan air tawar lembut dengan sayuran asin fermentasi atau suan cai dan bumbu pedas khas Sichuan. 

Awalnya, pembuatan Suan Cai dilakukan untuk mengawetkan dan mempertahankan sawi putih selama musim dingin. Fermentasi ini menghasilkan rasa asam segar khas Suan Cai. Lalu dipadukan dengan ikan fillet segar, cabai, lada Sichuan, jahe, dan bawang putih sehingga tercipta harmoni rasa asam, pedas, asin, gurih yang sangat enak. 

Tetapi Suan Cai Yu bukan hanya sekedar makanan, ia juga menyimpan makna filosofis yang mendalam. 

  • Rasa asam dari sayuran fermentasi melambangkan kesegaran dan kebangkitan seperti musim semi yang datang setelah musim dingin. Dalam filosofi Tionghoa, rasa asam dianggap mampu menyeimbangkan emosi dan menenangkan pikiran.
  • Keputusan dari cabai dan lada Sidoarjo melambangkan semangat dan keberanian untuk menghadapi kekerasan hidup. Di wilayah pegunungan yang dingin, rasa pedas menjadi simbol “api kehidupan”, energi yang membakar rasa takut dan ketenangan batin.
  • Ikan putih yang lembut menggambarkan kemurnian hati dan ketenangan batin. Dalam budaya Tionghoa, ikan(鱼) memiliki makna berkelimpahan dan kemakmuran karena pengucapannya yang mirip dengan kata 余 berarti lebih atau berlimpah.

Suan Cai Yu biasanya disajikan dengan sawi fermentasi, cabai merah, lada Sichuan, bawang putih, dan daun bawang, menciptakan aroma kuat dan sensasi hangat untuk tubuh.


Kou Shui Ji (口水鸡)

Kou Shui Ji (口水鸡), yang secara harfiah berarti ayam yang membuat air liur menetes, merupakan salah satu hidangan yang terkenal dari Sichuan. Hidangan ini awalnya muncul pada abad ke-20, diciptakan oleh seorang koki yang terinspirasi dari hidangan milik Bang Bang Ji ayam rebus empuk. Masakan milik Bang Bang Ji dimodifikasi oleh sang koki dengan ditambahkan bumbu khas Sichuan seperti minyak cabai, lada Sichuan, dan cuka hitam, sehingga lahir Kou Shui Ji. 

Berbeda dengan masakan Sichuan pada umumnya yang disajikan panas, Kou Shui Ji justru disajikan dingin. Ayam direbus perlahan hingga lembut, kemudian didinginkan agar teksturnya kenyal dan segar. Setelah itu, ayam disiram dengan saus pedas berminyak yang terbuat dari minyak cabai Sichuan, kecap asin, cuka hitam, gula, bawang putih, cincang, jahe, dan lada Sichuan, serta diberikan taburan kacang tanah dan wijen.

Sama seperti Suan Cai Yu, Kou Shui Ji juga memiliki makna yang mendalam.

  • Ayam dingin yang lembut melambangkan ketenangan, kesederhanaan, dan kejernihan batin. Ia mengingatkan bahwa kekuatan sejati lahir dari kelembutan, bukan kemarahan.
  • Saus pedas berminyak menggambarkan dinamika kehidupan bahwa hidup tak akan lengkap tanpa warna, rasa, dan pengalaman yang beragam: manis, asam, pahit, dan pedas.
  • Taburan kacang dan wijen melambangkan kemakmuran dan keberuntungan, karena biji-bijian dalam budaya Tionghoa selalu dikaitkan dengan kesuburan dan kelimpahan.

Dalam konteks sosial, Kou Shui Ji juga menjadi simbol keramahan dan perayaan. Hidangan ini seringkali disajikan untuk menyambut tamu yang datang. Hidangan ini mengajarkan bahwa kehidupan yang indah adalah kehidupan yang seimbang antara yang keras dan lembutnya hidup.


Kami memilih dua hidangan ini karena melalui dua hidangan khas Sichuan ini, kami mengetahui bahwa yang perlu diisi bukan hanya perut namun juga jiwa. Masakan sesimpel ini dapat membawa makna yang amat dalam. Kedua hidangan menggambarkan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan spiritual. Melalui semangkuk Suan Cai Yu dan Kou Shui Ji, kita diajak memahami bahwa makanan bukan hanya untuk perut, tapi juga untuk jiwa, mengajarkan tentang keberanian, kesederhanaan, keseimbangan, dan rasa syukur atas kehidupan yang dimiliki.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *