Esai Tjilik Riwut – Kelompok 2

Tjilik Riwut: Gubernur yang Tidak Pernah Melupakan Tuhan

Mengapa ada nama-nama yang begitu sering disebut dalam sejarah, sementara yang lain nyaris tenggelam dalam diam? Tjilik Riwut adalah salah satu dari mereka yang jarang dibicarakan, padahal jejak hidupnya menyimpan kisah yang tak kalah besar. Beliau bukan tokoh biasa, bukan pula pemimpin yang hanya dikenal karena jabatan. Di balik ketenangannya, tersimpan keberanian, keteguhan, dan keyakinan yang menjadikannya sosok istimewa. Siapakah sebenarnya Tjilik Riwut dan apa yang membuatnya layak dikenang lebih dari sekadar nama dalam catatan sejarah? 

Sejak awal, Tjilik Riwut menunjukkan kecintaan yang tulus kepada tanah air, terutama kepada identitasnya sebagai anak asli Dayak Ngaju. Beliau dengan bangga menyebut dirinya “anak hutan”, sebuah istilah yang menggambarkan kedekatannya dengan alam dan kebudayaannya. Rasa bangga itu tidak berhenti pada pengakuan diri, tetapi diwujudkan dalam karya nyata. Beliau menulis berbagai buku mengenai budaya dan sejarah Kalimantan, antara lain “Makanan Dayak” (1948), “Sejarah Kalimantan” (1952), “Maneser Panatau Tatu Hiang” (1965), dan “Kalimantan Membangun” (1979). Hal ini menjadi bukti komitmennya dalam melestarikan warisan leluhur agar tidak hilang ditelan zaman. Melalui tulisan-tulisan itu, beliau memperlihatkan bahwa cinta tanah air bukan hanya diwujudkan melalui peperangan, melainkan juga lewat upaya menjaga pengetahuan dan jati diri bangsa. 

Selain melalui tulisan, kecintaan Tjilik Riwut terhadap bangsa dan tanah kelahirannya juga tercermin dalam tindakan nyata sebagai pemimpin. Tjilik Riwut tidak pernah menempatkan dirinya di atas rakyat, melainkan hadir sebagai wakil mereka. Pada 17 Desember 1946, beliau tampil mewakili 185.000 rakyat Dayak di hadapan Presiden Soekarno untuk menyatakan sumpah setia kepada Republik Indonesia. Melalui dialog, hati yang terbuka, dan jiwa yang merangkul, beliau mampu menjembatani keberagaman masyarakat Kalimantan. Dengan demikian, beliau tidak hanya menjaga persatuan rakyat Dayak, melainkan juga menguatkan persatuan bangsa. Hal ini sejalan dengan ajaran Injil yang tertulis dalam Lukas 22:26: “Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi yang paling muda, dan pemimpin sebagai pelayan.” Demikian pula dalam Matius 20:26: “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” Kepemimpinan Tjilik Riwut adalah teladan nyata dari ajaran ini. Beliau melayani dengan rendah hati, bukan memerintah dengan kuasa. 

Pengabdiannya bagi rakyat itulah yang kemudian beliau buktikan pula dalam perjuangan nyata di medan perang. Beliau bergabung dalam pasukan gerilya MN 1001 dan memimpin operasi penerjunan TNI AU pada tahun 1947 yang dengan nekat menembus blokade Belanda. Tindakannya penuh risiko, beliau bahkan sempat ditangkap dan dipenjara. Namun, penjara tidak pernah memadamkan semangatnya. Setelah dibebaskan, beliau tetap melanjutkan perjuangannya tanpa gentar karena baginya kemerdekaan Indonesia adalah harga mati. Sikapnya mencerminkan apa yang tertulis dalam 2 Timotius 1:7-8: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah,” yang menekankan bahwa Allah memberikan roh kekuatan, kasih, dan ketertiban, bukan roh ketakutan. Keberanian Tjilik Riwut berdiri membela kebenaran, meski harus menanggung derita, menjadi saksi nyata ayat tersebut dalam kehidupan seorang pemimpin bangsa. 

Semangat juangnya yang tak pernah padam itu kemudian berlanjut ketika Indonesia memasuki masa pembangunan. Pada tahun 1950, beliau dipilih menjadi bupati Kotawaringin Timur. Puncaknya terjadi pada tahun 1959-1967 ketika beliau diangkat menjadi gubernur pertama Kalimantan Tengah. Dalam masa kepemimpinannya, beliau menaruh perhatian besar pada pendidikan karena beliau menyadari bahwa kemajuan bangsa bertumpu pada generasi mudanya. Di tengah segala kesibukannya sebagai gubernur, Tjilik Riwut tidak pernah melupakan Tuhan. Beliau turut mengambil peran dalam pembangunan Gereja Katedral Palangka Raya, yang kini dikenal sebagai Gereja Santa Maria Palangka Raya. Tindakan itu memperlihatkan tekadnya untuk menghadirkan ruang rohani bagi para umat Kristiani. Sebagaimana tertulis dalam Markus 16:15: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk,” beliau memanfaatkan kesempatan dan kedudukan yang dimiliki untuk menghidupi sabda Tuhan secara nyata dalam pelayanannya. 

Jika kita refleksikan, nilai-nilai hidup Tjilik Riwut sangat selaras dengan nilai-nilai Vinsensian, khususnya nilai humilitas, mortificatio, dan zealus animarum. Kerendahan hatinya (humilitas) tercermin dalam cara beliau menempatkan diri sebagai pelayan rakyat, bukan penguasa. Sikap pengorbanan dan kesediaannya menderita demi kebenaran (mortificatio), yang dalam hal ini kemerdekaan, tampak jelas ketika beliau rela menghadapi penjara, kesulitan, dan risiko besar dalam perjuangan merebut Kalimantan dari tangan Belanda. Lebih dari itu, semangat penyelamatan jiwa-jiwa (zealus animarum) hadir melalui komitmennya membangun gereja dan mengembangkan pendidikan karena beliau memahami bahwa masa depan bangsanya tidak hanya ditentukan oleh kebebasan politik, tetapi juga oleh pembinaan rohani dan budi pekerti. 

Dari seluruh perjalanan hidupnya, jelas terlihat bahwa Tjilik Riwut bukan sekadar tokoh nasional, tetapi juga teladan moral dan spiritual. Beliau mengajarkan bahwa seorang pemimpin sejati tidak hanya dinilai dari keberhasilan meraih jabatan, tetapi dari sejauh mana beliau mengabdi bagi bangsa dan tetap berpegang Tuhan. Warisan Tjilik Riwut tidak hanya berupa jasa perjuangan, tetapi juga nilai kehidupan yang dapat menjadi pedoman bagi kita, khususnya dalam mengingat bahwa setinggi apapun pencapaian yang diraih, manusia tidak boleh melupakan Tuhan yang menjadi sumber kekuatannya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *