Artikel Raden Ajeng Maria Soelastri -Kelompok 1

Relevansi Perjuangan R.A. Maria Soelastri di Era Modern

Nilai-nilai luhur yang diteladani dari R.A. Maria Soelastri, terutama ketulusan dalam pelayanan, kepedulian sosial, keberanian, dan kerendahan hati, masih sangat relevan dengan situasi masyarakat saat ini. Di tengah tantangan modern, ajaran beliau menawarkan landasan moral yang kuat untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan beradab. 

Perjuangan R.A. Maria Soelastri masih relevan karena berfokus pada martabat manusia dan kebaikan bersama. Misalnya, Kepedulian sosial beliau bisa terlihat dari  jawabannya atas realitas ketidaksetaraan yang masih masif di Indonesia. Menurut laporan BPS pada tahun 2024, tingkat kemiskinan di Indonesia masih berada di angka 9,36%, menunjukkan bahwa masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan dan perhatian. Ini menjadi bukti nyata bahwa iman harus diwujudkan melalui tindakan nyata, seperti yang diajarkan oleh Rasul Yakobus dalam Kitab Suci, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yak 2:26).

Selain itu, keberanian dan keteguhan iman R.A. Maria Soelastri di tengah masyarakat yang cenderung diam saat menghadapi ketidakadilan juga dapat kita teladani. Beliau berani memperjuangkan hak-hak perempuan di era yang sangat patriarkis. Dalam konteks saat ini, keberanian ini menginspirasi individu untuk berani menyuarakan kebenaran dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin, bukan hanya dalam isu kesetaraan gender, tetapi juga dalam isu-isu demokrasi dan korupsi.

Mengimplementasikan nilai-nilai R.A. Maria Soelastri di masa bukanlah hal yang mustahil. Zaman sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewujudkannya. Nilai-nilai tersebut dapat diwujudkan oleh semua orang melalui berbagai cara konkret seperti: 

  1. Ketulusan dalam Pelayanan
    Nilai ini dapat diterapkan dengan aktif terlibat dalam kegiatan filantropi dan relawan. Di era digital, platform seperti Kitabisa dan Dompet Dhuafa memudahkan orang untuk berdonasi dan membantu sesama. Organisasi seperti Komunitas Tangan Di Atas (TDA) atau gerakan sosial lokal menunjukkan bagaimana kolaborasi dapat menghasilkan dampak yang besar. Contoh nyata adalah bagaimana banyak anak muda yang kini terlibat dalam kegiatan sosial, seperti pengajaran gratis untuk anak-anak jalanan dan kampanye kebersihan lingkungan, mencerminkan ketulusan tanpa mengharapkan imbalan.
  2. Kepedulian Sosial
    Nilai ini dapat diwujudkan dengan berpartisipasi dalam program pemberdayaan masyarakat. Salah satu implementasi praktisnya adalah mendukung program pendidikan vokasi untuk remaja miskin agar mereka memiliki keterampilan kerja. Hal ini sesuai dengan ajaran dalam Kitab Suci, “Sebab di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat 6:21). Kepedulian bukan hanya tentang memberi uang, tetapi juga investasi waktu dan perhatian untuk meningkatkan harkat hidup orang lain. Di ranah politik, kepedulian sosial juga bisa diartikan sebagai dorongan bagi pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang pro-rakyat miskin, seperti subsidi pendidikan dan kesehatan yang merata.
  3. Keberanian dan Keteguhan Iman
    Nilai ini dapat diimplementasikan dengan berani menyuarakan kebenaran, bahkan jika itu tidak populer. Media sosial, sebagai ruang publik, bisa menjadi sarana untuk mengkritik kebijakan yang tidak adil atau mempromosikan isu-isu kemanusiaan. Keberanian ini, yang dilandasi oleh keteguhan iman, dapat menjadi pemicu perubahan. Profesor Dr. B.J. Habibie pernah menyatakan, “Di mana ada keberanian, di situ ada keberhasilan.” Keberanian ini harus disertai dengan kebijaksanaan, mengacu pada sabda Kristus, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat 10:16). Ayat tersebut berarti berani tetapi tetap bijaksana dalam bertindak.
  4. Kesederhanaan dan Kerendahan Hati
    Di era masyarakat yang konsumtif, nilai kesederhanaan menjadi sangat penting. Gaya hidup minimalis dan fokus pada hal-hal esensial dapat membantu kita menghargai keberadaan orang lain, bukan hanya kekayaan material. Kerendahan hati, seperti yang diteladankan R.A. Maria Soelastri yang tidak sombong meski bangsawan, sangat krusial dalam melawan ego dan individualisme. Mengutip konsep yang berjalan dengan teori psikologi sosial, kerendahan hati adalah fondasi untuk empati dan kolaborasi, dua hal yang sangat dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang harmonis.

Sumber: 

Kontributor. (9 Juli 2024). Setelah Seabad Wanita Katolik RI, Ke Mana Akan Melangkah. Diakses pada 18 September 2025, melalui https://www.hidupkatolik.com/2024/07/09/78301/setelah-seabad-wanita-katolik-ri-ke-mana-akan-melangkah.php 

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *